“Selain peraturan bupati tentang pembebasan retribusi PBG, Pemkab Karawang juga telah menerbitkan Perbup pembebasan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan atau BPHTB,” ungkap Kepala Bagian Hukum, Setda Karawang, Asep Suryana, SH, saat dihubungi Rabu (15/1/2025).
Asep mengatakan, kedua Perbup itu terbit dalam rangka melaksanakan keputusan bersama tiga menteri, yakni Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Dalam Negeri Nomor 03.HK/KPTS/Mn/2024, Nomor 3015/KPTS/M/224 dan Nomor 600.10-4849 Tahun 2024.
“Dari keputusan tiga menteri itu tentunya Pemkab Karawang perlu menetapkan peraturan kepala daerah mengenai pembebasan retribusi PBG dan BPHTB untuk mendukung percepatan pelaksanaan program tiga juta rumah,” kata Asep.
Menurutnya, dalam kedua Perbup itu Pemkab Karawang telah mengatur secara detail mengenai mekanisme pembebasan retribusi PBG dan BPHTB bagi masyarakat.
“Secepatnya kami di pemerintah daerah akan melakukan finalisasi bersama sejumlah OPD terkait, agar pelaksanaan percepatan program tiga juta rumah dapat diraskan oleh masyarakat Karawang,” tandas Asep.
Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, mengatakan bahwa mulai awal tahun 2025 pemerintah akan menghapus bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, persetujuan bangunan gedung, serta Pajak Pertambahan Nilai selama enam bulan untuk rumah dengan harga di bawah Rp 2 miliar.
Maruarar Sirait menyebut tiga kebijakan tersebut bertujuan untuk memudahkan masyarakat memiliki rumah. Hal ini dia sampaikan seusai mengikuti rapat tertutup yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (7/1/2025).
Selain itu, pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah juga dipercepat.
Pemerintahan yang dipimpin Presiden Prabowo menargetkan pembangunan tiga juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah akan diselesaikan dalam kurun waktu selama lima tahun ini.
”Kami melaporkan sampai saat ini ada sekitar 40.000 rumah yang sudah kita bangun per 20 Oktober. Dan itu juga akan terus bertambah,” ujar Maruarar.
Lahan untuk membangun rumah-rumah itu, lanjut Maruar Sirait, bisa berasal dari tanah-tanah hasil korupsi yang telah disita oleh pemerintah, termasuk tanah sitaan kasus korupsi BLBI, lahan yang hak guna usaha (HGU)-nya sudah tidak diperpanjang, dan lainnya.
Lahan-lahan itu akan masuk ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, kemudian ke Bank Tanah, baru diproses lebih lanjut supaya skemanya legal, memiliki kepastian hukum, dan berkeadilan. Lahan ini, menurut Maruarar, akan tetap menjadi milik negara, tetapi bangunan di atasnya milik warga.
Skema pembiayaan yang disiapkan untuk masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 8 juta per bulan ini disiapkan supaya bisa diakses warga yang bekerja secara informal. Sepanjang memiliki penghasilan, penjual bakso pun bisa memiliki rumah.
”Dengan cara-cara menyupervisi, mendampingi, melihat kepada tempat jualannya, dan sebagainya,” kata Maruarar.