Di tulis oleh B. Suyoto Notonegoro, pengamat sosial keagamaan dan lingkungan,9/7/2024
Beritanet-Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi adakan “Pelatihan Manajemen Penyembelihan Hewan Secara Syar”i” di Pondok Pesantren Darul Muttaqin, Pangkalan IB Bantargebang, 8 Juni 2024. MUI Bantargebang menggandeng Juru Sembelih Halal Indonesia (Juleha) DPD Kota Bekasi. Pelatihan diikuti sebanyak 50 peserta dari anggota MUI Kecamatan Bantargebang, kiyai, ustadz/usatidz, pemuda dan perempuan.
Peserta dan pengurus sangat antusias mengikuti pelatihan sebab baru pertama kali MUI Bantargebang menyelenggarakannya. Kegiatan tersebut mendapat dukungan dari MUI Kota Bekasi, dalam upaya menjaga agama, melindungi umat, membina dan memberikan ilmu guna melakukan syiar yang baik.
Hadir dalam pelatihan diantaranya KH. Abudeedat perwakilan MUI Kota Bekasi, Cecep Miftah Farid Camat Bantargebang, H. Heri Aripin Kepala KUA Bantargebang, Perwakilan Kapolsek Bantargebang, perwakilan pengurus NU Bantargebang. Mereka didampingi DR. KH Acep Basuni, M.Ag Ketua MUI Kecamatan Bantargebang dan segenap pengurusnya.
Juga sudah siap instruktur pelatihan, yaitu: Ust. Amuniddin, S.Pd.I dan M. Zulkanain, S.Pd.I Instruktur BNSP dan Trainer BNSP Julela Kota Bekasi. Materi pelatihan 13 SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia No. 196 Tahun 2014).
KH Acep Basuni mengatakan, para peserta nantinya akan menjadi juru sembelih, tugasnya menghalalkan sesuatu yang meragukan jadi halal.
“Di kampung bawa golok, pisau mau menyebelih hewan, saking pedenya, maka jadi tumpuan, cuma belum tentu sesuai syar’i. Namun penyelembelihan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat masih begitu-gitu saja, belum jelas (halal, apa haram)”, ujarnya.
“Tapi saya dengar sayup-sayup sudah sekian kali dilakukan pelatihan, pada hari MUI Kecamatan Bantargebang melakukan pelatihan penyembelihan secara syair,” kata KH Acep.
“Satu lagi cita-cita saya yang belum terwujud sejak kepengurusan saya, yaitu pelatihan fardu kiyah, memandikan mayat, Seujek-ujek saya belum pernah mandikan mayat. Yang penting unya keberanian. Takut kehilangan generasi penerus”, lanjutnya.
Menurutnya yang memandikan mayat tetap pak amil. Maka harus punya kader-kader. Jangan menolak jadi amil, dan jangan hanya mau menikahkan saja, juga harus mau memandikan mayat. Program kedepan sebaiknya amil digaji.
“Sekarang kita krisis bukan hanya kader juru potong secara syar”i, juga kader fardu kifayah memandi mayat. Kalau tidak kita semua ini dosa”, tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Cecep Miftah Farid Camat Bantargebang menyampaikan apresiasi setinggi-tinggi pada MUI Bantargebang yang menyelenggarakan pelatihan penyembelihan hewan secara syar’i. Pelatihan semacam ini sudah terjadi tiga kali di wilayahnya. Yang terpenting tahu secara teknis penyembelihannya.
Ia mengungkapkan rasa senang, bahkan kegiatan menyambut 1 Muharam 1445 H meriah di Kota Bekasi. Semantara di tiga kelurahan di Bantargebang dilakukan terpusat, di Cikiwul, lapangan Bulakrami di Sumurbatu, dan Ciketingudik.
“Ini luar biasa masyarakat sama-sama menyambut tahun baru Islam. Kadang saya miris di Kayuringin nggak ada pawai obor, tetapi kenapa disini terlaksana. Karena ada dukungan dana LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) membuat kegiatan keislaman di Bantargebang bisa terwujud”, ujarnya.
“Ada pontensi yang harus dikembangkan, program-program keislaman didukung oleh LPM”, tambahnya.
Perlu diketahui, bahwa dana sosial keagamaan yang dikelola LPM tersebut berasal dari Kota Bekasi, yang bersumber dari Dana Kompensasi DKI Jakarta. Dana kompensasi diberikan akibat adanya dampak pengelolaan TPST Bantargebang terhadap warga sekitar.
Oleh karena Ust. Khoidir Rohendi, S.Pd.I Sekretaris MUI Kecamatan Bantargebang meminta agar MUI Bantargebang memperoleh perlakuan khusus dari Kota Bekasi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebab adanya pengelolaan TPST Bantargebang berdampak langsung terhadap kesehatan, sosial budaya, ekonomi masyarakat dan lingkungan hidup.
“Bukan hanya itu sampah mempengaruhi orang beribadah. Lingkungan yang kotor dan air yang tercemar akan mempengaruhi cara hidup atau perilaku warga. Bisa juga terganggu kesehatan dan mentalnya”, katanya.
“Mereka ini perlu pendampingan berkelanjutan agar hidupnya sesuai tuntunan agama. Ini menjadi salah satu tugas syiar MUI Bantargebang,” tegasnya.
Sementara itu KH. Abudeedat perwakilan MUI Kota Bekasi, menyampaikan tentang tugasnya melakukan pembinaan umat, terutama di tiga wilayah, yaitu Kecamatan Bantargebang, Mustikajaya dan Bekasi Timur.
“Perlu kami sampaikan tugas majelis ulama sebagai mitra pemerintah, menjaga agama, menjaga umat agar tidak menyimpang pemahamannya, tidak masuk aliran ini itu, agar tidak keluar Islam. Maka salah satunya untuk menjaga umat adalah membuat fatwa. Fatwa-fatwa yang sudah diterbitkan sejak tahun 1975, sudah setebal ini …”, sembari memperagakan tangannya.
“Dan fatwa ini bukan untuk orang di luar Islam. Banyak organisasi Islam yang tergabung di dalamnya, ada NU, Muhammadiyah, Al-Itthadiyah Persis, dll. Sekali lagi itu hanya untuk umat Islam”, ujarnya.
Organisasi Islam unsur MUI terdiri dari NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, PERTI, Al-Washiyah, Mutla‟ul Anwar, GUPPI, PDTI, Dewan Masjid Indonesia dan Al-Itthadiyah. Majelis Ulama Indonesia, sesuai niat kelahirannya, adalah wadah silaturrahmi ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim dari berbagai kelompok di kalangan umat Islam. Majelis Ulama Indonesia bertujuan untuk terwujudnya masyarakat yang berkualitas (khaira ummah), dan negara yang aman, damai, adil dan makmur rohaniah dan jasmaniah yang diridlai Allah SWT (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur).
KH. Abudeedat menyatakan, sekarang ini MUI melaksanakan program-program pendidikan dan pelatihan kader ulama (PKU), diklat bimbing mualab, pembekalan para TKI. Sekarang berkaitan dengan ini, MUI Bantargebang bekerjasama dengan Juleha. Juleha ini bukan ‘Siti Juleha’? Bukan ini, sejak awal program ini sudah diperkenal ke MUI Kota Bekasi, maka harus disambut dengan baik.
“Karena apa? Karena persoalan penyelembihan ini merupakan persoalan serius. Meskipun itu ayam atau kambing jika menyembelihannya tidak sesuai dengan syariat Islam maka jadi haram itu. Bangkai itu!” tegasnya.
“Coba ayam-ayam yang kita makan sekarang ini disembelih secara syar”i atau tidak?! Maka kegiatan pelatihan tentang manajemen penyembelihan halal atau syar’i sangat penting, supaya kehalalannya jelas. Sapi yang halal disembelih tidak halal, ya, jadi haram!”, kata sang kiyai mencontohkan.
“Alhamdulillah kiyai Acep sudah bekerjasama dengan Juleha, hari ini mengadakan pelatihan, semoga bisa ditularkan terus sampai ke tingkat kelurahan. Jangan lupa Pak Acep, karena MUI mitra pemerintah maka pak camat ini haru selalu digandeng, kalau kurang dana tinggal minta …”, tutupnya sambil berkelakar.
H. Heri Aripin Kepala KUA Bantargebang juga mengapresiasi kegiatan pelatihan tersebut. Kegiatan ini penting untuk semua, ilmunya buat kita semua. Apa yang dilakukan dengan ilmu, dan niat yang baik sangat bermanfaat bagi umat. Ilmu yang mumpuni dalam penyembelihan hewan secara syar’i, seperti Juleha Kota Bekasi.
“Sekarang ini Bantargebang sedang fokus melakukan sertifikasi halal untuk produk-produk mikro, usaha kecil, bahan-bahan yang digunakan, prosesnya panjang, proses penyembelihannya apakah sudah syar’i”, ungkapnya.
“Seperti daging untuk bakso, mie ayam, apakah dagingnya aman, halal. Kita butuh yang aman secara syar’i”, tambahnya. * 9/7/2024