Karawang, Beritanet – Sekretaris Dinas PRKP Kabupaten Karawang, H. Anyang Saehudin mengungkapkan Perumahan mewah Rolling Hills Karawang belum menyerahkan Fasilitas Sosila dan fasilitas umum (Fasos – fasum) kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang.
“Perumahan mewah Rolling Hills yang di kawasa itu ya, kalau Rolling Hills saya belum pernah mendengar menyerahkan Fasos fasum kang,” singkat H Anyang saat dikonfirmasi Beritanet.com melalui sambungan tellepon cellulernya, Selasa (08/07).
Dari awal pembangunan memang permasalahan kerap dilakukan oleh perumahan mewah Rolling Hills Karawang, yang sempat terganjal oleh persoalan belum adanya perizinan dan sempat menjadi sorotan dan perhatian banyak pihak.
Kemudian baru – baru ini isu miring tentang Perumahan mewah yang terletah di Kawasan Industri KJIE tersebut kembali mencuat pasca Wakil Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kabupaten Karawang, Wawan Gunawan, S.H ,M.H. membeberkan permasalahan Rolling Hills Karawang.
Permasalah tersebut adalah tentang hak konsumen yang belum dipenuhi developer hingga dugaan pelanggaran Undang – undang tentang Perlindungan Konsumen, dan bisa menyeret kepada kasus pidana.
“Mulai tahun 2022 sampai saat ini BPSK Karawang, banyak menangani perkara gugatan konsumen kepada Developer Rolling Hills,” ujar Gunawan kepada Beritanet.com dikantornya, Jumat (05/07).
Gunawan menjelaskan sejumlah ketentuan yang disinyalir telah dilanggar oleh Developer perumahan mewah Rolling Hills tersebut hingga berakibat kepada kerugian yang diderita konsumen atau calon konsumennya.
“Kesalahan pelaku usaha yang perta adalah mengalihkan tanggungjawab kepada pihak Ketiga dalam hal pemasaran perumahan, atau menggunakan marketing yang sebetulnya itu dilarang oleh UU Nomor 8 Tahun 1999 pasal 18 ayat 1 huruf a,” jelasnya.
“Kasusnya adalah, pihak ketiga atau Marketing ini kan mengambil uang muka, DP, boking fee dan sebagainya kepada calon konsumen, nah ketika konsumen ini tidak lolos BI checking sehingga tidak bisa melanjutkan sampai ke akad, uang tersebut tidak bisa kembali, sementara pihak developer tidak bertanggung jawab, seharusnya developer Rolling Hills menjamin, jika terjadi pembatalan yang bukan dari pihak pemohon pengembalian uang harus 100% bukan 70%,” tambahnya.
Lebih lanjut Gunawan menyebut bagi para pelaku usaha atau developer perumahan yang melanggar ketentuan pasal 18 UU Nomor 8 Tahun 1999, dapat dijatuhi hukuman pidana.
“Bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana pasal 18 terkait pelimpahan tanggungjawan pelaku usaha kepada pihak ketiga dan pasal 62 tentang sangsi, dipidana 5 tahun penjara atau denda paling banyak 2 milliar rupiah,” terangnya.
Permasalahan lain diungkap Gunawan justru dialami oleh dirinya, pada saat ia membeli Ruko di Rolling Hills hingga saat ini developer belum menyerahkan Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada Heri.
“Saya punya ruko nomor 53 di Rolling Hills, tahun 2022 ruko itu sudah lunas, namun sampai sekarang kita tidak pernah menerima yang namanya SHM, itu kesalahan kedua Rolling Hills. Catatan untuk Rolling Hills agar segera memberikan apa yang menjadi hak konsumen,” ungkapnya.
“Roling Hills jangan beralasan proses sertifikasi sedang on progres, seharusnya terkait sertifikasi merupakan langkah awal sebelum pemasaran dilakukan, jadi konsumen tidak menjadi korban,” tutup Gunawan.
Ditengarai Rolling Hills belum melakukan proses pemecahan sertifikat hak kepemilikan perumahan. Sebab Fakta terkait belum terjadinya proses sertifikasi Perumahan Rolling Hills Karawang dibenarkan Kantor Badan Pertanahan Nasional ATR/BPN Karawang.
Saat dikonfirmasi Beritanet.com melalui pesan Whatsappnya, Jumat (05/07), Bagian Pemecahan dan Perubahan atas Hak ATR BPN Karawang, H Rosim menyebut jika pihaknya belum menerima permohonan pemecahan sertifikat dari Rolling Hills Karawang.
“Belum kang, belum ada proses pecah kang,” Singkatnya Rosim.
Sementara demi mewujudkan keberimbangan pemberitaan, Beritanet.com akan melakukan konfirmasi kepada pihak developer Rolling Hills, namun lagai – lagi sampai berita diterbitkan upaya konfirmasi masih terkendala, karena keterbatasan jaringan dan komunikasi dan akan terus berlanjut. (red)