Asisten Deputi Jaminan Sosial Kemenko PMK Niken Ariati
Bandung – Upaya dalam meningkatkan perluasan kepesertaan Program Jaminan Sosial Kesehatan salah satunya diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Menindaklanjuti Implementasi Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tersebut Tim Koordinasi Inpres 1/2022 yang terdiri atas Kemenko PMK, Sekretaris Kabinet, dan Kantor Staf Presiden bersama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan BPJS Kesehatan melakukan monitoring dan evaluasi kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat serta 27 Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Jawa Barat.
Bertempat di salah satu hotel di Kota Bandung, acara ini dihadiri Sekretaris Daerah Provinsi, para Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait seperti Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Inspektorat, Kepala Bappeda, Kepala BPKAD, dan Direktur RSUD dari 28 Pemerintah Daerah. Kegiatan monev dilakukan dengan membedah satu-persatu permasalahan dalam pelaksanaan JKN di daerah.
Dalam acara ini, Asisten Deputi Jaminan Sosial Kemenko PMK, Niken Ariati, menyampaikan berdasarkan data BPJS Kesehatan (per 31 Maret 2024), jumlah peserta JKN yang terdaftar mencapai 269.493.003 jiwa (95,70%) dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan untuk wilayah di Provinsi Jawa Barat dengan 27 kabupaten/kota telah mencapai UHC 95,97% dari jumlah penduduk se-Provinsi Jawa Barat
“Selain UHC, kita juga perlu fokus pada aspek kepesertaan aktif JKN, yaitu berdasarkan data rata-rata sekitar 73,59% kepesertaan penduduk yang aktif di Provinsi Jawa Barat,” ujar Asisten Deputi Jaminan Sosial Kemenko PMK Niken Ariati dalam sambutannya. Deputi Direksi Wilayah V Siswandi pada kesempatan ini menyampaikan bahwa dari hasil monev BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah V, menunjukkan dari 27 Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jawa Barat masih terdapat 8 kabupaten yang belum mencapai Universal Health Coverage (UHC), yaitu Kab. Tasikmalaya (80,53%), Kab. Ciamis (81,14%), Kab. Garut (89,09%), Kab. Indramayu (90,14%), Kab. Bandung Barat (90,95%), Kab. Cianjur (91,11%), Kab. Bogor (93,32%), dan Kab. Sumedang (93,44%). “Tentu ini menjadi tantangan bersama dalam mewujudkan UHC 98%, keaktifan peserta minimal 85% sesuai RPJMN, dan pengumpulan iuran serta tunggakan iuran JKN yang lancar di Provinsi Jawa Barat. Tetapi kami yakin dengan adanya dukungan dari Pemda dan seluruh stakeholder, maka hal tersebut dapat terwujud di tahun 2024 ini”, tambah Siswandi.
Selain dari sisi kepesertaan, keberlanjutan Program JKN dipengaruhi dari peserta aktif yang membayar iuran secara tepat waktu dan tepat jumlah.
Namun, berdasarkan laporan BPJS Kesehatan per 31 Maret 2024, Pemerintah Daerah di wilayah Provinsi Jawa Barat secara total masih memiliki tunggakan yang terdiri dari utang Iuran Wajib Pemda, Iuran Kepala Desa dan Perangkat Desa, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Pemda, Bantuan Iuran Pemda, Bantuan Iuran Peserta PBPU Kelas 3 Mandiri, serta Kurang Salur Bantuan Keuangan Provinsi atas iuran PBPU Pemda dengan nilai total mencapai lebih dari 395,5 miliar rupiah. Selain itu, masih banyak juga pemerintah daerah mulai dari tingkat provinsi/kabupaten/kota yang belum memenuhi kelengkapan 5 komponen penghasilan dalam perhitungan iuran wajib JKN bagi ASN daerahnya.
Asisten Deputi Jaminan Sosial Kemenko PMK Niken Ariati juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pemerintah daerah yang telah berjuang bersama mewujudkan perlindungan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk di wilayahnya.
“Atas berbagai tunggakan tersebut, kembali saya mengingatkan bahwa JKN ini merupakan program Negara dalam wujud asuransi sosial berprinsip gotong royong dan tidak bisa berjalan sendiri tanpa kolaborasi lintas sektor,” ungkapnya.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Prof Nunung Nuryartono, dalam sambutannya menekankan, adanya Inpres Nomor 1 Tahun 2022 telah menginstruksikan 11 tugas kepada Pemerintah Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) agar segera mengambil langkah-langkah strategis yang diperlukan untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan Program JKN.
“Kemenko PMK terus memantau secara reguler pelaksanaan seluruh rencana aksi pelaksanaan Inpres 1/2022 dan melaporkannya kepada Bapak Presiden untuk terus melanjutkan Program JKN,” ucapnya.
Kegiatan dimulai dengan paparan dari Kementerian Dalam Negeri mengenai kebijakan mekanisme penganggaran JKN. Melalui SIPD (Sistem Informasi Pemerintah Daerah), yang dibangun Kementerian Dalam Negeri, Kemenko PMK dan seluruh stakeholder bisa memantau 9 komponen penganggaran JKN dalam APBD. Data penganggaran 9 komponen JKN ini dijadikan acuan dalam kegiatan monev untuk memastikan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung program JKN.
Narasumber dari Kementerian Keuangan yang hadir juga menyampaikan data sumber pembiayaan dana transfer pusat yang dapat digunakan untuk pendanaan JKN antara lain adalah Dana Alokasi Umum (DAU) earmarked Kesehatan, yang berdasarkan data tahun 2023, belum sepenuhnya digunakan Pemda untuk keperluan Kesehatan, Pajak Rokok dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) termasuk penggunaan Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus).
Dalam kesempatan ini Kementerian Keuangan juga memberikan alternatif mekanisme pemotongan DAU sebagai solusi penyelesaian tunggakan Pemda yang telah menahun.
Ditambah lagi, selama 2023 total biaya pelayanan kesehatan di seluruh Provinsi Jawa Barat mencapai 26,7 triliun rupiah. Dana tersebut tentunya dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu layanan kesehatan di Jawa Barat, yang sangat dibutuhkan oleh peserta program JKN.
Selanjutnya, 28 Pemda tersebut dibagi ke dalam 2 kelompok untuk dilakukan pendalaman substansi lebih detail yang dipimpin oleh Asisten Deputi Jaminan Sosial Kemenko PMK, Niken Ariati. Sesi pendalaman dilakukan dengan membahas satu persatu masalah yang dihadapi setiap Pemda antara lain dengan memaparkan nilai kapitasi dan klaim RS yang dibayarkan BPJS Kesehatan, besaran tunggakan iuran Pemda dan alternatif penyelesaiannya, anggaran yang dialokasikan Pemda pada tahun 2024, dan potensi alokasi DBH/DAU.
Hasil monev menunjukkan bahwa hampir seluruh daerah sudah mencapai UHC namun masih terdapat kendala mulai dari jumlah keaktifan kepesertaan yang rata-rata di angka 73,59%. Selain itu, adanya tunggakan dalam pembayaran iuran oleh Pemda, baik Iuran PBPU Pemda, Bantuan Iuran PBPU Pemda, Bantuan Iuran PBPU Kelas 3 Mandiri, hingga Iuran Wajib Pemda atas ASN daerahnya.
Selaku Ketua Tim Monev, Niken menekankan perlu komitmen pemerintah daerah untuk menyelesaikan kendala yang ada dalam pelaksanaan Program JKN. Menurutnya, komitmen UHC yang ada perlu ditindaklanjuti dengan kecukupan anggaran dan verifikasi serta validasi data secara berkala, termasuk merekam peserta JKN kelas 3 yang non-aktif di wilayahnya untuk direaktivasi sebagai peserta PBI Pemda. Alternatif pendanaan untuk PBI juga tidak terbatas dari APBD namun dimungkinkan juga menggunakan dana CSR melalui pelibatan non-pemerintah untuk memberi jaminan kesehatan bagi masyarakat.
Monev ini menghasilkan 28 surat pernyataan komitmen Pemda yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah/Asisten Daerah/Kepala Dinas dan perwakilan terkait yang bersedia menganggarkan, membayarkan Iuran Wajib, termasuk seluruh tunggakan iuran dalam pelaksanaan Program JKN, melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan validitas tunggakan iuran JKN dan sebagai dasar menghitung kekurangan komponen Iuran JKN PNS Daerah yang meliputi komponen TPG, TJM, dan TPP sejak tahun 2020, dan bersedia membayar Iuran Wajib Pemda 4% dan tunggakannya tahun 2020-2023 termasuk kekurangan alokasi anggaran yang meliputi PBPU Pemda dan Bantuan Iuran PBPU Pemda, Bantuan Iuran PBPU Kelas 3 Mandiri, Iuran Kepala Desa dan Perangkat Desa, melalui pemotongan DAU atau cicilan sepanjang tahun anggaran 2024.
“Monev ini sangat krusial karena perlu komitmen Pemerintah Daerah untuk bergotong royong bersama dalam keberlanjutan program JKN. Saat ini utilisasi Dana Jaminan Sosial Kesehatan telah mencapai 106,1% dari iuran yang dibayarkan peserta. Tingginya tunggakan dan tingginya klaim terus menggerus aset Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang berakibat kemungkinan gagal bayar/defisit yang terjadi pada BPJS Kesehatan bila tidak terus kita mitigasi,” ujar Niken.
Kegiatan juga dihadiri oleh para panelis Tim Monev yaitu Asisten Deputi Jaminan Sosial Kemenko PMK Niken Ariati, Kepala Bidang Kesehatan Kependudukan dan Keluarga Berencana Sekretariat Kabinet Sofyan Apendi; Tenaga Ahli Muda Kantor Staf Presiden Kedeputian II Sitha Ratnasari; Direktur Dana Transfer Umum Kementerian Keuangan Sandy Firdaus; Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda Kementerian Dalam Negeri Wasja; Deputi Direksi Bidang Manajemen luran BPJS Kesehatan Agus Mustopa; Deputi Direksi Bidang Perluasan dan Kepatuhan Peserta Fachrurrazi; Deputi Direksi Wilayah V BPJS Kesehatan Siswandi, dan Kasubdit Pelaksana Anggaran IV Direktorat Perbendaharaan Kementerian Keuangan Kresnadi Mukti.