Hukrim  

Syarat Khusus dalam Putusan Tidak Dipenuhi,Jaksa Sebut Kusumayati Terancam Dipenjara

Terpidana Kusumayati hingga kini belum menjalani hukumannya

Subang – Tanggapi eksekusi terdakwa pemalsuan tanda tangan setelah putusan inkrah, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebut eksekusi hasil putusan bisa berjalan setalh diterimanya surat hasil putusan.

JPU Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Sukanda menuturkan, kasus pemalsuan tanda tangan Stephanie Sugianto oleh terpidana Kusumayati tetap berjalan dan telah menghasilkan putusan inkrah, dan eksekusi hasil putusan akan berjalan sesuai aturan yang berlaku.

“Seperti hasil putusan nya, ini kan putusan percobaan tetap dilaksanakan, jadi tetap kita buatkan berita acara eksekusi badan tapi kan tidak dimasukkan (penjara), tetap kita buatkan untuk persyaratan administrasi ke Bapas (Balai Pemasyarakatan),” kata Sukanda saat dikonfirmasi awak media, Kamis (3/7/2025).

Diketahui sebelumnha, babak akhir perkara pidana pemalsuan tanda tangan yang melibatkan terpidana Kusumayati, ibu kandung dari korban Stephanie Sugianto, telah menyisakan tanda tanya besar.

Meskipun Pengadilan Negeri Karawang telah menjatuhkan vonis pidana penjara selama satu tahun dua bulan, Kusumayati hingga kini belum menjalani hukumannya.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Karawang Nomor 143/Pid.B/2024/PN Kwg, pada Rabu, (20/10/2024), menyatakan bahwa terdakwa Kusumayati terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik. Majelis hakim menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan.

Atas putusan itu, terpidana Kusumayati mengajukan banding, dengan hasil Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 434/PID/2024/PT BDG, Kusumayati dijatuhi hukuman 10 bulan penjara dengan masa percobaan selama satu tahun, dengan syarat khusus yang harus dilaksanakan dalam waktu tiga bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap.

Syarat khusus tersebut, yakni menyerahkan daftar harta bersama yang diperoleh selama pernikahan dengan almarhum Sugianto kepada ahli waris, Stephanie Sugianto, serta melakukan audit menyeluruh atas operasional PT Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) Bimajaya Mustika yang merupakan perusahaan keluarganya sejak tahun 2012 kini.

Tak berhenti disitu, JPU kemudian mengajukan khasasi atas putusan banding tersebut yang hasilnya menguatkan putusan banding melalui putusan kasasi Nomor 697 K/Pid/2025, putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) sejak 20 Maret 2025.

Mengenai syarat khusus tersebut, dijelaskan Sukanda bahwa, diberi waktu tiga bulan setelah inkrah dan tetap ditempuh oleh JPU selaku eksekutor dalam putusan tersebut.

“Putusan syarat khusus itu ya ditempuh, dia harus melakukan audit perusahaan dan memberikan list harta kekayaan, apa bila dalam jangka waktu 3 bulan tidak memenuhi syarat khusus terpidana dipenjara juga. Akan tetapi waktu dimulainya itu setelah 3 bulan hasil putusan diberitahukan kepada Kusumayati, bukan 3 bulan setelah putusan,” kata dia.

“Pemberitahuan dari Mahkamah Agung itu kan tidak langsung diberikan, dan kita baru dapat pemberitahuan dari Mahkamah Agung itu baru tiga mingguan kalau gak salah, nah jadi apa bila dalam 3 bulan dari 3 minggu kebelakang dia (terpidana Kusumayati) tidak memenuhi syarat khusus maka dia masuk (penjara),” lanjutnya.

Terkait syarat khusus yang dipertanyakan korban, Sukanda mengaku pihaknya sudah meminta kepada terpidana untuk memenuhi syarat tersebut, dengan mekanisme penyerahan list harta terbuka dan menunjuk auditor sesuai kesepakatan bersama.

“Syarat khusus itu, saya sudah menyarankan kepada pihak terpidana agar list harta kekayaan itu rinci dan terbuka, untuk auditor perusahaan juga disepakati bersama dengan korban. Tapi kalau terpidana tidak memenuhi itu, iya silahkan saja kalau mau dipenjara, kan gitu,” tegasnya.

Sebelumnya, ahli Hukum Pidana  Universitas Buana Perjuangan Karawang Zarisnov Arafat, juga menjelaskan bahwa tanggung jawab atas eksekusi putusan sepenuhnya berada di tangan JPU.

“Terkait syarat khusus itu yang harus disorot adalah JPU-nya, karena tidak menjalankan amar putusan. Ini merupakan tanggung jawab mutlak dari kejaksaan,” ujar Arafat saat diwawancarai di Karawang, Rabu (25/6/2025).

Ia juga menyoroti ketidaksesuaian putusan banding dengan norma hukum pidana umum, karena perkara dengan pasal 263 dan 266 KUHP semestinya dijatuhi pidana pokok (bukan percobaan), mengingat ancaman hukumannya di atas lima tahun.

“Tindak pidana umum ini dalam putusan, apa bila seseorang itu dinyatakan bersalah maka ada sanksi pidana pokok dan pidana tambahan yang bisa diterapkan, ada pidana mati, penjara, denda dan kurungan. Dan ada pidana tambahan yaitu pencabutan hak tertentu dan perampasan barang-barang tertentu. Maka kalau merujuk pada putusan banding itu merupakan kejadian diluar koridor pidana umum,” ucapnya.

Terkait hal tersebut, korban Stephanie Sugianto sekaligus anak dari terpidana Kusumayati, menyampaikan kekecewaannya atas sikap pasif aparat penegak hukum terkait putusan yang sudah inkrah tersebut.

“Kami tidak meminta lebih. Hanya meminta agar negara menegakkan putusan pengadilan yang sudah jelas. Tapi yang kami hadapi justru kebisuan dari JPU,” ujar Stephanie.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *