Karawang, Beritanet – Karawang Monitoring Grup (KMG) mempertanyakan penggunaan dana hibah Provinsi Jawa Barat sebesar Limaratus Lima Puluh Juta Rupiah oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kabupaten Karawang.
Menurut Ketua KMG Karawang, Imron Rosadi, pada tahun 2022 BPSK Karawang telah menerima dana hibah dari Pemprov Jabar Ratusan Juta Rupiah, dan realisasi penggunaanya harus dipertanyakan.
“Anggarannya mencapai Rp 550 Juta rupiah dalam bentuk hibah berupa uang, dan realisasi penggunaannya harus dipertanyakan,” ungkapnya Imron kepada Beritanet.com, Selasa (24/04/24).
Lebih lanjut Imron menjelaskan tentang pentingnya pertanggungjawaban dana hibah. Menurutnya, pertanggungjawaban dana tersebut sangat penting dalam rangka transparansi dan akuntabilitas.
“Dengan dipertanggungjawabkannya hibah, diharapkan tidak adanya duplikasi kegiatan anggaran, sehingga kerja sama menjadi lebih efektif dan efisien,” jelasnya.
Imron menyambut baik kucuran dana hibah, namun penerima amanah dana itu harus memegangteguh ketentuan penggunaan dana hibah itu sendiri yang telah diatur didalam pertauran.
“Pegang teguh transparansi, akuntabilitas, tidak ada kepentingan politik, dan yang paling penting adalah harus menunjang tusi,” jelasnya.
Imron menyebut dalam setiap hibah yang diterima wajib memiliki payung hukumnya, yakni sebuah dokumen perjanjian. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 99 Tahun 2017 tentang Administrasi Pengelolaan Hibah.
“Dokumen perjanjian tersebut menjadi dasar untuk dilakukannya registrasi,” terangnya.
Setelah itu, lanjut Imron, kedua belah pihak menandatangani Berita Acara Serah Terima (BAST) yang berisikan keterangan apa saja yang telah dihibahkan.
“Di BAST harus dipastikan, hibah (biaya/barang) yang muncul di dalam BAST sesuai dengan kegiatan yang telah dilakukan, jangan sampai ditumpangi dengan kegiatan lain. Jangan sampai hibah yang diterima tidak tercatat, atau yang bukan hibah tercatat sebagai hibah,” jelasnya.
Sebelumnya, dikutip dari Libernesia.com, Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin menyampaikan kini 17 Kabupaten dan Kota di Jabar telah memiliki BPSK yang akan bertugas menyelesikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen diluar pengadilan. Sementara 10 kabupaten, kota lagi sedang dalam proses pembentukan.
Bey mengatakan, semakin majunya pola perdagangan barang dan jasa anggota BPSK dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dalam memahami kasus sengketa konsumen yang ditangani.
“Anggota BPSK diharapkan dapat menyelesikan sengketa konsumen di lapangan baik dengan langkah mediasi, arbitrase, maupun konsiliasi,” ujarnya. (Ist/red)