Foto: Bagong Suyoto Ketua Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI)
Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas)
Bekasi-Pemulung dan pelapak menjerit, mati suri ekonominya. Harga pungutan terjun bebas, ekonomi pemulung dan pelapak hancur berantakan! Hidupnya seakan kandas. Situasi yang amat menyedihkan menjelang Pemilu Presiden 2024. Tragedi harga-harga sampah pungutan jatuh juga terjadi ketika menjelang Pemilu Presiden 2019 lalu. Apa penyebab semua itu? Ketika itu Indonesia diserbu sampah impor dari berbagai negara industri maju!
Pada 5-20 Juli 2023 Tim Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), Koalisi Persampahan Indonesia (KPNas), Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI), Yayasan Kajian Sampah Nasional (YKSN) dan mahasiswa Centre for Indonesian Medical Students’ Activities Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (CIMSA FKUI) melakukan kajian cepat tentang kondisi permasalahan kesehatan dan ekonomi pemulung. Kami mendapat informasi obyektif berkaitan dengan sulitnya kehidupan pemulung dan pelapak belakangan ini disebabkan harga-harga sampah pungutan terjun bebas.
Sudah tujuh bulan, sejak Januari 2023 harga-harga pungutan sampah pemulung terjun bebas di sekitar TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu, Kota Bekasi dan TPA Burangkeng Kabupaten Bekasi. Juga dialami di beberapa tempat di Jakarta. Dampaknya sangat dirasakan pemulung miksin, yang kini semakin miskin. Biasanya penghasilan pemulung bisa Rp 100-150 ribu/hari, kini tinggal Rp 60-70 ribu/hari.
Pendapatan pemulung turun draktis disebabkan harga-harga sampah jatuh tak ketulungan. Seperti harga sampah gabrugan (campuran) dari Rp 1.400/Kg turun tinggal Rp 700-800/kg. Income pemulung turun 50%.
Harga jatuh yang terparah menimpa kertas dan plastik emberan. Harga kertas kardos cuma Rp 1.000/kg, dulu ketika harga normal Rp 3.200/kg pada tingkat pemulung. Duplek Rp 300/kg, dulu Rp 700/kg. Ember gabrugan Rp 500/kg, dulu Rp 1.200/kg. PET bodong Rp 3.000/kg, dulu Rp 6.000/kg. PP gelas Rp 3.500/kg, dulu Rp 7.000/kg. Himpek/PVC Rp 2.000/kg, dulu Rp 5.000/kg. PP hitam Rp 4.700/kg, dulu Rp 6.000/kg.
Ada beberapa sampah yang harganya stabil atau standar, diantaranya jenis plastik LD, beling, logam, babet, alumunium, tulang. Harga plastik LD Rp 10.000/kg, PS alumunium (kaleng minuman ringan) Rp 16.000/kg, tulang Rp 1.200/kg. Pada umumnya material ini merupakan sampah lokal.
Jatuhnya harga-harga sampah pungutan pemulung sekitar 50-60%. Dampaknya sangat dasyiat, membikin hidup pemulung dan pelapak kembang kempis. Harga sampah sortiran di tingkat pengepul (bos) dan pencacahan plastik ketika menjual ke bandar/pabrikan daur ulang pun turun sangat besar. Misal PET bodong bersih Rp 5.000/kg, dulu mencapai Rp 8.000/kg.
Akibatnya banyak barang/sampah ditumpuk saja di pengepul, tidak disortir karena kesulitan uang untuk bayar para pekerja. Bahkan, ketika menjual sampah sortiran harganya sudah turun lagi, tidak dibayar kontan, dll. Sehingga banyak pengepul bangkrut tanpa jejak.
Bahkan, sehari akan turun pihak pengusaha pencacahan plastik atau pabrikan daur ulang sudah memberi tahu. Pemberitahuan 20 Juli 2023, bahwa besok tanggal 21 Juli harga PET bodong akan turun Rp 200/kg. Harga plastik PET (botol mineral) dan jenis lainnya sudah beberapa kali turun. Besaran tiap harga turun antara Rp 200 sampai Rp 300/kg.
Menurut Apong (50 th) Ketua Pemulung yang tinggal di Kelurahan Sumurbatu, dua barang yang harga jatuh parah sekali dan hampir tidak laku adalah kertas dan emberan gabrugan. Penyebabnya karena banyaknya bahan daur ulang dan sampah impor. Ia perkirakan bahan impor sekitar 65%, sedang bahan daur ulang lokal hanya 35%.
Lebih lanjut, banyak pengepul sekitar TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu menjerit dan tidak bisa bertahan. Hampir semua barang dari sampah harganya jatuh berkali-kali. Sekarang ini puncaknya. Harga yang stabil hanya plastik jenis LD, beling, logam, babet, alumunium, tulang.
“Selama enam atau tujuh bulan sebanyak 220 mobil, kebanyakan pickup kreditan ditarik leasing. Sebab tidak kuat bayar. Mobil itu pakai usaha ngangkut sampah. Mereka bangkrut akibat harga-harga terus jatuh tidak ketulungan”, ujar Pak Apong.
Apong dan lebih dari sepuluh pengepul yang ditemui minta kembaga yang peduli dan menaungi pemulung dan pelapak menyuarakan jatuhnya harga-harga tersebut. Setidaknya kadungan daur ulang dikurangi, misalnya 25% impor dan bahan lokal 75%. Dan, jika bisa impor bahan baku dan sampah impor distop total.
Selama ini negara tidak peduli dan melindungi pemulung. Ketika harga-harga pungutan sampah turun draktis tidak ada yang menolong. Bagaimana pemulung, pelapak dan buruh sortir dapat meningkatkan kehidupannya? Padahal peran mereka (sector informal) sangat besar dibanding kontributor lain dalam pengumpulan plastik (84,3%) dan kertas (80%) untuk bahan baku industri daur ulang. (Ditjen PSLB3 KLHK RI, 2021).
Kondisi perekonomian sektor informal daur ulang benar-benar terpuruk sekali. Hidup mereka makin sengsara. Maka kami meminta kepada Presiden Jokowi dan pemerintahnya harus melakukan intervensi secepatnya, menyelamatkan mereka! Apakah pemerintah bisa melakukannya? Boleh jadi, ada kekuatan besar yang mengendalikan dan mempermainkan harga-harga sampah pungutan dalam negeri? Atau ini merupakan wujud nyata dari pasar bebas kapitalisme atau neo-kapitalisme global yang memainkan bahan baku daur ulang?!*