Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) Ketua Yayasan Pendidikan Lingkungan dan Persampahan Indonesia (YPLHPI)
Bekasi -Kita manusia setiap detik, menit, jam dan hari bersentuhan dengan lingkungan hidup. Udara yang kita hirup bagaimana jika penuh polutan mematikan? Air yang kita konsumsi bagaimana kalau tercemar, dan penuh dengan kandungan logam berat, seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), cadmium (Cd), nikel (Ni)? Kandungan logam berat itu dapat terkumpul di dalam tubuh organisme air, menyebabkan kerusakandan bahkan kematian.
Pencemaran udara di TPST/TPA merupakan masalah serius, disebabkan oleh tumpukan sampah sangat besar, yang menghasilkan gas berbau busuk dan polusi udara yang mengancam kesehatan warga sekitar, terutama anak-anak, balita dan perempuan hamil. Emisi hasil pembusukan sampah organik dan pembakaran sampah, seperti gas metana (CH4), hidrogen sulfida (H2S), ammonia (NH3), karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), dan berbagai senyawa lainnya.
Apalagi TPST/TPA-nya sudah darurat atau overload, setiap hari terjadi antrean panjang selama puluhan jam hingga 24 jam, polutan dari knalpot truk-truk sampah dan operational alat-alat berat akan menambah pencemaran udara, dan sangat jelas warga sekitar terkena dampaknya. Mengapa buang sampah di TPA, alam terbuka harus antre berjam-jam?
Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup baik udara, tanah dan air yang terjadi di kawasan TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu akibat pengelolaan sampah yang buruk, tidak mengikuti ketentuan peraturan perundangan harus menjadi perhatian serius Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidu dan Gubernur Jawa Barat.
Sebaiknya beliau-beliau menelusuri pembuangan limbah sepanjang kali Ciketing, Kali Asem, Kali Peduren hingga crossing tol Jatimulya Tambun Selatan. Aliran leachate bercampur sampah dari TPST, TPA dan IPLT Sumurbatu akan sampai ke Kali CBL, selanjutnya bermuara di Muaragembong dan laut Jawa. Sejumlah lembaga dan aktivis lingkungan telah melakukan rapid assessment terhadap aliran lindi hitam bau bercampur tinja, limbah domestik di kali-kali tersebut.
Salah satu persoalan serius yang ditemukan adalah limbah medis di zona IV TPA Sumurbatu pada 20 April 2025. Limbah medis itu berasal dari beberapa rumah sakit, bisa juga dari poliklinik dan Puskesmas. Kasus pembuangan limbah medis terulang lagi pada 2020 TPA Sumurbatu digemparkan temuan berbagai jenis limbah medis ketika masa pandemi Covid-19 menuju klimak. Kasus ini pun melanda di TPST Bantargebang dan TPA Burangkeng, menjadi pemberitaan media nasional dan internasional.
Jika ditelusuri secara mendalam, pembuangan limbah medis di TPA Sumurbatu sudah berlangsung dalam waktu lama. Bahkan, beberapa pemulung menemukannya di zona aktif, seperti botol dan selang infus, botol obat, dll. Hal ini terjadi karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dari Dinas Lingkungan Hidup dan KHL/BPLH.
Pembuangan limbah medis di TPA Sumurbatu merupakan fakta valid dan bukti hukum yang tak terbantahkan, dapat diverifikasi secara ilmiah. Kesaksian sejumlah warga yang rumahnya berdekatan dengan TPA, memperkuat dan menjadi saksi adanya praktek illegal pembuangan limbah medis tersebut. Dengan dalih apa pun sulit mengelaknya.
Hal ini terungkap ketika dilakukan “Silaturahmi Ekologi dan Deklarasi Gerakan Pilah Sampah – Indonesia Bersih di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Kamis, 24 April 2025. Silaturahmi dihadiri sebanyak 40 peserta perwakilan LSM/NGOs, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, warga dan dihadiri staf Direktorat Pengurangan Sampah Deputi PSLB3 KHK RI.
Silaturahmi ekologi dan Deklarasi Pilah Sampah ini digagas dan dilaksanakan secara kolaboratif dan sinergi berbagai lembaga, diantaranya Kaukus LH Bekasi Raya, Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI), Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), Koalisi Persampahan Indonesia (KPNas), Kajian Sampah Nasional (KSN), Aliansi Masyarakat Peduli Limbah B3 Indonesia (AMPHIBI), Komunitas Pemulung Bantargebang Sejahtera (KPBS), Yayasan Al-Muhajirin Bantagebang (YAB), Forum Jurnalis Pegiat Lingkungan, Yayasan Ahli Salam Semesta, Bank Sampah Sumber Jaya Kranggan, Paguyuban Nelayan Pelestari Muargembong, MUI Kecamatan Bantargebang, WSM Media Group, dll.
Permasalahan pencemaran lingkungan hidup diakibatkan pengelolaan sampah yang buruk sedang mendera massif wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi. Maka tak salah wilayah ini dijuluki sebagai salah satu wilayah paling tercemar di dunia. Hal ini menjadi perhatian serius kalangan aktivis lingkungan dan lembaganya, yang tergabung dalam Kaukus Lingkungan Hidup Bekasi Raya.
Di wilayah Bekasi Raya ada tiga pembuangan sampah, yakni TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu Kota Bekasi dan TPA Burangkeng. Ketiganya masing-masing mempunyai persoalan yang sangat serius. TPST Bantargebang dibebani tumpukan sampah mencapai 55 juta ton dan pertambahan sampah yang sangat besar, 7.500 sampai 7.800 ton/hari. Ketika musim banjir bertambah menjadi 12.000 ton/hari.
Sementara sampah yang dibuang ke TPA Sumurbatu lebih 1.500 ton/hari. TPA dengan luas 21 hektar ini dikelola secara open dumping. Leachate dari tumpukan-tumpukan sampah langsung mengalir ke drainase dan Kali Ciketing, terus ke Kali Asem.
Pencemaran air permukaan dan dalam sudah sangat mengkhawatirkan di kawasan TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu, ditambah pencemaran dari IPLT Sumurbatu dan pabrik-pabrik sekitar, yang pada umumnya tidak memiliki IPAL. TPA Sumurbatu tidak berfungsi dan hanya jadi ornamen. Semua menjadi sumber pencemaran terberat.
Kondisi pengelolaan TPA Sumurbatu jika diperhatikan lebih buruk dari TPA Burangkeng. TPA Sumurbatu pun masuk dalam daftar 343 unit TPA open dumping yang akan ditutup secara bertahap dan permanen oleh KLH/BPLH. TPA Burangkeng sudah disegel dan Kepala Dinas LH Kabupaten Bekasi sudah dijadikan tersangka oleh Gakkum KLH. Sekarang giliran TPA Sumubatu disegel segera dan berada dalam pengawasan pejabat KLH/BPLH, selanjutnya kepada Dinas LH Kota Bekasi juga dijadikan tersangka. Pelaku kejahatan harus disanksi hukum dan denda maksimal, tidak boleh tebang pilih.
Karena melanggar UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 18/2008 dan peraturan terkait. Mereka juga melanggaran Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Sampah.
Jalan Kampung “Hilang”
Persolaan jalan warga “hilang” di pinggiran TPA Sumurbatu merupakan sesuatu yang misterius. Hal ini berdasarkan testimoni Ketua RT dan warga sekitar. Kasus ini belum banyak public yang mengetahui, jalan warga “hilang”.
Ketua RT 001/003 Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang dalam forum silaturahmi mengatakan, pengelolaan sampah yang buruk dan praktek sampah borongan di TPA Sumurbatu menyebabkan jalan warga menyempit, hancur, penuh sampah dan air lindi, dan sekarang hilang. Sehingga warga tidak melewati jalan sepanjang lebih 100 meter.
Akibat sampah yang meluber menyebabkan saluran air, jalan dan pekarangan warga tertutup sampah. Ketika hujan pekarangan warga digenangi leachate. Sehinga drainase yang baru dibangun sekitar sebulan sudah hancur dan rusak, pipa saluran air dari sumur artesis rusak, tiang listrik tumbang, jalan yang belum lama dibangun pun hancur. Kegiatan sampah borongan itu sangat merugikan warga sekitar dan negara.
Hampir setiap hari Ketua RT tersebut dikomplain oleh warga sekitar agar mencari solusi. Ia sudah mengadu ke beberapa pejabat, diantara Ketua RW, lurah, dll, namun tidak digubris. Malah RT dimusuhi oleh para pelaku pengelola sampah borongan tersebut, yang dikomandani pegawai internal TPA Sumurbatu.
Seorang warga menuturkan, bahwa praktek-praktek sampah borongan sudah berlangsung lama, dan berkaitan dengan pembuangan limbah medis di sini. Setidaknya ada 3 bos yang mengelola sampah borong, dengan melibatkan 40 orang anak buah. Sedangkan sampah dikirim oleh beberapa bos/pengepul yang sepak terjang sudah diketahui di Sumurbatu.
Ketua RT dan warga tersebut meminta kepada pemerintah agar jalan warga dikembalikan seperti semula. Jalan ini, dulu lebarnya lebih 6 meter, kondisi bersih, dan warga setiap hari lalu lalang melewatinya. Sekarang tidak berani.
Oleh karena itu, Walikota Bekasi harus turun ke lapangan dan segera mengembalikan fungsi jalan warga tersebut. Walikota harus segera bertindak, dan menghukum para pelakunya.
Dosa Kejahatan Lingkungan
Dosa-dosa kejahatan lingkungan sudah berlangsung lebih tiga puluh tahun di kawasan pembuangan sampah Bantargebang. Wilayah yang begitu dikenal luas oleh dunia. Kejahatan-kejaahatan itu terjadi karena pengelolaan sampah buruk berdampak pada pencemaran dan perusakan lingkungan, ancaman kesehatan, dan tergredasinya biota air.
Warga Kelurahan Sumurbatu, Cikiwul dan Ciketingudik memperolah uang bau Rp 400.000/KK/bln, sedang warga Kelurahan Bantargebang mendapat separohnya. Sejumlah warga mengatakan, uang bau tersebut berasal dari DKI Jakarta. Pemerintah Kota Bekasi, tidak pernah memberikan uang, hanya numpang. Setidaknya, setengah tahun atau setahun sekali memberi uang bau pada warga, misalnya saat mau lebaran Idul Fitri.
Uang kompensasi sampah yang diterima Pemkot Bekasi sekitar Rp 350 sampai Rp 370 miliar pertahun. Sementara uang bu yang diterima warga Kecamatan Bantargebang berkisar Rp 80-85 miliar per tahun. Oleh karena itu, warga Bantargebang minta diprioritaskan dan diberi porsi lebih besar. Warga minta uang bau dinaikan.
Menurut Agus Salim Tanjung Ketua Kaukus Bekasi Raya, besaran uang bau tersebut masih kecil, tidak sebandingn dengan dosa-dosa akibat pencemaran dari sampah. Kerusakan lingkungannya sudah parah, situasi buruk tersebut mengancam kesehatan warga. Semua itu menjadi tanggung jawab kepala daerah dan pengelola TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu.
Lanjut Tanjung, warga sekitar bertahun-tahun menghirup udara kotor, air dan tanah tercemar, termasuk logam berat. Mereka terkena penyakit ISPA, kulit, mata, gigi, radang paru-paru, TBC, dan lainnya. Maka uang Rp 400.000/KK/bln tidak ada airnya, terlalu kecil.
TPST dan TPA tersebut menjadi sarang penyakit, karena berbagai jenis sampah, termasuk limbah B3 dicampur-aduk tanpa adanya pemilahan. Karena sampah dari sumbernya tidak dipilah dan langsung dibuang ke TPST/TPA.
Oleh karena itu Kaukus LH Bekasi Raya, AMPHBIBI, APPI, KPNas, Prabu PL, KPBS, FJPL, dll mendeklarasikan gerakan pilah sampah mulai dari sumber menuju Indonesia. Sejumlah lembaga dan komunitas mendorong dan bergiat/aksi memilah sampah di sumber dan diolah untuk mengurangi sampah yang dibuang ke TPST/TPA.
TPA Burangkeng Pasca-Disegel
Berkaitan dengan kasus pencemaran dan penyegelan TPA Burangkeng oleh Menteri LH/Kepala BPLH awal Desember 2024. Dalam forum silaturami ekologi tersebut, Charsa Hamdani Ketua Prabu PL mengungkapkan berbagai persoalan lingkungan pasca penyegelan TPA Burangkeng.
“Masalahnya belum selesai adalah air lindi TPA langsung mengalir ke kali alam. Padahal, ada pimpinannya punya wewenang, selama 2 tahun lebih, lindinya langsung mengalir ke kali. Itu suatu kezholiman, dari situ aja suatu kezholiman pemerintah. Kepala Dinas LH Kab Bekasi sudah ditersangkaan, tetapi masih bergerak pencintraan”, ujarnya.
Ia menuntut adanya penegakkan hukum serius terhadap Kepala Dinas LH Kabupaten Bekasi Donny Sirait, karena terpidana harus diseriuskan, dan mestinya diganti pejabat baru. Kasusnya berkaitan dengan pencemaran air. Sebulan yang lalu Donny Sirait telah ditetapkan sebagai tersangka pencemaran air oleh Gakkum KLH.
Persoalan lain, masih minimnya kompensasi sampah. Sedangkan di Burangkeng baru 2.000 KK yang dapat kompensasi. Itu pun uang bau yang didapatkan warga tidak jelas, kadang 9 bulan, kadang 6 bulan, sampai rekeningnya terblokir.
“Saya minta semua warga Burangkeng dapat kompensasi uang bau. Sekarang besaran kompensasi hanya Rp 100.000/KK/bln. Kompensasi masih ngambang. Mestinya, semua dapat, sekarang jumlahnya 17.000 KK atau 45.000 jiwa. Semua minta kompensasi”, tegasnya.
“Yang paling mendesak sekarang Kadis LH Kabupaten Bekasi yang sudah di-tersangkakan harus segera ditahan, dan diganti, karena statusnya sudah terpidana”, pungkasnya.