Foto: Bagong Suyoto Ketua Koalisi Persampahan (KPNas)
Bekasi-Kasus pembuangan limbah medis sembarangan terjadi di wilayah Kabupaten/Kota Bekasi masih terjadi. Merupakan bukti valid buruknya pengelolaan limbah medis.
Pada penghujung 2024 ditemukan limbah medis dibuang di TPA, TPS liar dan daerah aliran sungai (DAS). Contoh kasus yang mengerikan limbah medis bermuara diantara akar-akar mangrove di Muara Blacaan Muaragembong. Dari mana sumbernya? Tentu dari fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di darat. Belakangan ditemukan pembuangan limbah medis di Desa Pusaka Rakyat.
Bagong Suyoto Ketua Koalisi Persampahan (KPNas) mengatakan hasil investigasi pembuangan limbah medis di Bekasi Raya. Bagong Suyoto Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) bersama Ahmad Fudoil Viltanews.online dan Muhidin dari Bekasivoice.com mendampingi tim emergency response Deputi PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup mencari bukti-bukti keberadaan limbah medis yang dibuang di wilayah Desa Pusaka Rakyat Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi pada 15 Januari 2025.
Tim emergency respon dari Deputi PSLB3 KLH tersebut dipimpin Pak Roi bersama dua rekannya. Tim secara teliti mendeteksi tanah yang dijadikan tempat penampungan limbah medis. Ada beberapa titik, termasuk dua titik tempat pembakarannya. Kami pun secara teliti dan hati-hati mencari bukti limbah medis itu. Dengan ketelitian dan kesabaran, akhirnya menemukan bukti itu.
Lokasinya, berupa pemukiman yang dihuni sekitar 80 rumah, terdiri pemulung dan petani, dll. Diantara pemukiman kumuh itu terdapat hamparan pertanian sawah di sebelah Utara dan Selatan terdapat rawa-rawa yang digenangi air dan enceng gondok. Letaknya berbatasan dengan perumahan wilayah Kota Bekasi.
Kasus pembuangan limbah medis di tempat ini menjadi begitu heboh dan menjadi perhatian berbagai pihak, terutama Dinas LH dan Pj. Walikota Bekasi. Karena limbah medis itu diangkut oleh Baktor milik UPTD setempat di bawah Dinas LH Kota Bekasi, dimana limbah medis tersebut dibuang ke wilayah Kabupaten Bekasi.
Ketika kami mendampingi tim investigasi dari Deputi PSLB3 KLH ditemukan fakta-fakta adanya limbah medis yang sangat kuat. Limbah medis tersebut berupa jarum suntik, botol bekas obat, kemasan infus, dll. Sebagian bukti itu dibakar di dua tempat, yang berdekatan.
Sebagian, limbah medis bercampur dengan limbah medis telah dibawa yang suatu tempat. Ada pemulung di situ mengatakan, dibawa ke TPA Bantargebang. Ada yang bilang dibuang tidak jauh dari tempat tersebut
Berdasarkan, bukti-bukti pembakaran dan abunya, tampaknya upaya itu untuk mengurangi tumpukan bukti.
Namun, dari fakta-fakta yang ditemukan pada tanggal 14 dan 15 Januari 2025 merupakan bukti sangat valid dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sebab, tim membawa pendeteksi tentang keberadaan limbah B3. Cuma yang tidak dibawa adalah alat pendeteksi berkaitan dengan toksit dan virus-virus yang berbahaya.
Pada awalnya ini, yang diturunkan adalah baru tim dari PSLB3 KLH, belum sampai pada tim Gakkum KLH.
Dalam hal ini, Dinas LH dan Pj Walikota Bekasi harus mengambil sikap tegas kepada bawahannya, agar terus melakukan pengawasan terhadap pengelolaan limbah medis dari rumah sakit, Puskesmas, klinik, dll.
Jangan sampai menyerahkan urusan limbah medis pada sembarangan orang, pada pemulung atau pelapak. Itu sangat berbahaya karena mereka itu tidak memiliki segala hal/persyaratan profesional yang diperlukan untuk mengelola limbah medis. Penanganan limbah medis mendasarkan kualifikasi penanganan limbah B3. Semua harus mengikuti peraturan perundangan dan SOP yang sangat ketat.
Dasar Hukum
Dasar hukum pengelolaan limbah medis, diantaranya Pasal 17 ayat (3) UUD 1945; UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Setelah terbitnya 2 (dua) PP, khususnya PP No. 22/2021 maka PP No. 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 dinyatakan tidak berlaku, kemudian Pengelolaan Limbah B3 ini dimasukkan dalam Bab VII dari PP No. 22/2021 ini. Selanjutnya, Permen Menteri LHK No. 6/2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Permen Menteri Kesehatan RI No. 18/2000 tentang Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah.
Menurut Permenkes No 18/2020, Limbah Medis adalah hasil buangan dari aktifitas medis pelayanan kesehatan. Dan fasilitas pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Bahaya limbah medis jika tidak dikelola dengan baik. Menurut data WHO, pengelolaan limbah ini yang salah bisa memicu bermacam bahaya sebagai berikut: (1) Infeksi. Pembuangan limbah medis yang sembarangan menyebabkan berbagai macam infeksi karena mengandung patogen penyebab berbagai infeksi seperti Infeksi saluran pernapasan (tuberculosis dan Streptococcus pneumonia) dan virus campak. Selain itu medis juga meningkatkan risiko hepatitis A, B, atau C, hingga HIV dan Aids yang menular melalui barang yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
(2) Bahan kimia berbahaya. Pembuangan limbah medis yang tidak tepat juga dapat memicu keracunan karena bahan kimia dalam limbah medis meningkatkan risiko penyakit pernapasan atau kulit. (3) Zat genotoksik. Riset dari Finlandia menemukan bahwa zat genotoksik pada limbah medis dapat meningkatkan risiko keguguran dan meningkatkan senyawa mutagenik pada tubuh yang memicu kanker pada sel somatik.
(4) Zat Radioaktif. Limbah medis yang tidak terkelola dengan baik menimbulkan zat radioaktif yang menyebabkan sakit kepala, pusing, mual, muntah, menyebabkan luka bakar pada kulit atau sindrom radiasi akut. Zat radioaktif juga dapat mengakibatkan efek kesehatan jangka panjang seperti kanker dan penyakit kardiovaskular.
Limbah medis masih banyak dibuang di sembarang tempat, seperti DAS dan badan sungai, terus mengalir ke pesisir pantai dan laut Jawa. Modusnya limbah medis itu dicampur dengan sampah rumah tangga. Ada juga yang dibuang ke TPA sampah, seperti TPA Burangkeng. Ada yang dikelola para pengepul di sekitar TPA/TPST, dan sisa-sisa sortiran dibuang ke TPA/TPST. Alasannya, limbah medis dibuang sembarangan, biayanya lebih murah dan praktis, sementara pengepul berargumentasi masih punyai nilai ekonomi.
Kalau dikelola pihak ketiga, pemilik limbah medis harus membayar Rp 5.500 sampai 10.000/kg. Jika 1 ton harus membayar Rp 5.500.000 sampai Rp 10.000.000. Biaya pengelolaan limbah medis melalui pihak ketiga dianggap mahal.
Limbah medis dibuang sembarangan meskipun kuantitas sedikit atau banyak, dibuang ke DAS dan badan sungai, pesisir dan laut maupun ke TPA/TPST merupakan bentuk pelanggaran serius. Mereka sangat tidak bertanggungjawab terhadap lingkungan, kesehatan manusia dan makhluk lain. Jika tertangkap harus dipenjarakan dan didenda maksimal.
Saya menekankan pentingnya perbaikan, pengawasan dan penegakan hukum pengelolaan limbah medis. Pemerintah harus bertindak keras dan tegas kepada pelaku pelanggaran. Kapan lagi kita berbuat kebajikan demi keberlanjutan lingkungan, kesehatan masyarakat dan harapan hidup lebih panjang! Mulai sekarang pemerintah harus menertibkan tata kelola limbah medis sesuai ketentuan peraturan perundangan. Kasus-kasus pembuangan limbah medis ilegal jadi bahan pelajaran sebelum datangnya petaka.* 20/1/2025